Wang dan Keperluan
Setiap hari mulai dari pagi sampai petang kita bergumul untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari. Kita harus bekerja kadang sampai larut malam untuk memenuhi keperluan hidup. Kita harus mendapatkan wang untuk hidup. Wajar saja jika ada percakapan di antara kita tentang bagaimana cara kita bisa memperoleh lebih banyak wang untuk menampung kehidupan kita. Keinginan untuk mendapatkan lebih banyak uang untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah wajar dan lumrah. Mungkin hanya orang-orang tidak waras yang tidak tertarik dengan wang. Pada umumnya kita semua tertarik pada wang, termasuk juga saya... Kel 16:1-20.
Tulisan ini akan dimulai dengan kesadaran bahwa wang adalah merupakan bagian dari realita kehidupan manusia. Kita makan, membeli pakaian, membangun rumah, dan lain-lain harus mengeluarkan wang. Bahkan, kadang-kadang ke bilik kecil saja kita harus membayar. Duduk di gereja pun kita dimintai wang persembahan. Oleh karena itu, sangat naif jika kita berkata bahwa kita tidak mau berurusan dengan wang. Kita tidak bisa memilih mau berurusan dengan wang atau tidak. Sebaliknya, kita akan selalu berurusan dengan wang karena kita ini tidak mungkin lari dan menghindar dari urusan wang, maka pertanyaannya adalah dengan sikap seperti apakah kita berurusan dengan wang di dalam kaitannya dengan kebutuhan hidup .....?
Pada dasarnya wang berfungsi sebagai alat tukar untuk memenuhi keperluan hidup manusia. Namun, dewasa ini wang mempunyai fungsi yang lain. wang bukan sekadar sebagai alat jual beli dan sebagai alat untuk pembeli kebutuhan hidup, tetapi wang telah menjadi sarana untuk memuaskan ego kita. Wang dipakai untuk memuaskan segala keinginan dan segala kemauan kita. Sebagai alat untuk pembeli kebutuhan hidup, wang memiliki batas-batasnya. Setiap bulan kita bisa menghitung secara jujur dan cermat seberapa banyak wang yang kita perlukan untuk hidup. Kita bisa menghitungnya. Akan tetapi, ketika wang sudah menjadi alat pemuas ego, maka kebutuhan kita akan wang itu tidak akan pernah mengenal kata cukup. Kalau kita mau jujur terhadap diri kita dan benar-benar menghitung berapa wang yang sebenarnya kita butuhkan untuk menjalani hidup ini, maka kita bisa menghitung jumlahnya, tetapi apabila kita menggunakan wang untuk memenuhi dan memuaskan ego kita, maka seberapa pun banyaknya wang yang kita butuhkan, pasti tidaklah cukup. Jadi kita ini bergumul dengan dua fungsi wang: apakah wang berperanan sebagai alat untuk memenuhi keperluan hidup kita ataukah wang kita gunakan sebagai alat untuk pemuas ego kita.
Mari kita jujur terhadap diri kita. Sebenarnya kita semua bisa menghitung berapa besar wang yang kita butuhkan untuk memenuhi keperluan hidup kita. Jika kita menggunakan wang agar kita bisa cukup makan, cukup berpakaian secara layak, dan cukup menikmati hal-hal lain pada skala yang wajar, kita bisa menghitung berapa banyak wang yang kita perlukan. Akan tetapi, ketika kita menjadikan wang sebagai alat pemuas ego, kita tidak akan pernah mengenal kata cukup.
Saya mengatakan semua ini karena kita hendak membicarakan bagaimana Tuhan memenuhi keperluan kita sebagai umatNya. Sebelum kita mendakwa Tuhan dengan bertanya, "Mengapa Engkau tidak memenuhi keperluan hidup saya?" Marilah kita memeriksa diri dulu dengan jujur, apakah yang kita minta dan yang kita doakan kepada Tuhan adalah wang untuk memenuhi keperluan hidup kita atau wang untuk memuaskan ego kita yang tanpa batas itu? Kita harus mengakui bahwa kadang kala ketika kita berdoa, "Tuhan saya perlu ini dan saya memerlukan itu lebih banyak" maka sering kali itu kita lakukan hanya untuk memuaskan ego kita. Ketika Tuhan tidak memberikannya, kita menjadi marah dan menuduh bahwa Tuhan tidak memenuhi keperluan kita. Padahal, Tuhan tahu dengan pasti dan hati kecil kita pun sebenarnya tahu dengan pasti bahwa keperluan kita pasti sudah terpenuhi. Akan tetapi, kita merindukan lebih banyak lagi, lebih banyak lagi dan lebih banyak lagi hanya untuk memuaskan ego kita.
Saya mengatakan semua ini karena kita hendak membicarakan bagaimana Tuhan memenuhi keperluan kita sebagai umatNya. Sebelum kita mendakwa Tuhan dengan bertanya, "Mengapa Engkau tidak memenuhi keperluan hidup saya?" Marilah kita memeriksa diri dulu dengan jujur, apakah yang kita minta dan yang kita doakan kepada Tuhan adalah wang untuk memenuhi keperluan hidup kita atau wang untuk memuaskan ego kita yang tanpa batas itu? Kita harus mengakui bahwa kadang kala ketika kita berdoa, "Tuhan saya perlu ini dan saya memerlukan itu lebih banyak" maka sering kali itu kita lakukan hanya untuk memuaskan ego kita. Ketika Tuhan tidak memberikannya, kita menjadi marah dan menuduh bahwa Tuhan tidak memenuhi keperluan kita. Padahal, Tuhan tahu dengan pasti dan hati kecil kita pun sebenarnya tahu dengan pasti bahwa keperluan kita pasti sudah terpenuhi. Akan tetapi, kita merindukan lebih banyak lagi, lebih banyak lagi dan lebih banyak lagi hanya untuk memuaskan ego kita.
Bagian Alkitab yang kita baca tadi mengisahkan orang Israel yang kali ini betul-betul bergumul dengan keperluan hidup. Kali ini mereka bukan berhadapan dengan soal ego lagi, tetapi dengan soal keperluan hidup mendasar, yaitu soal makanan. Mereka sudah berjalan di padang gurun selama dua bulan dan persediaan makanan pasti sudah habis. Dalam kondisi lapar, selain bisa mengantuk, orang juga bisa merasa lebih emosional dan kehilangan kendali atas dirinya. Apalagi dalam sebuah kumpulan besar, seperti orang Israel itu. Pastilah begitu banyak orang yang kelaparan dan pasti perasaan mereka itu sudah mulai meluap-luap karena marah. Itulah sebabnya ketika mereka tidak mendapatkan makanan, mereka berkata, "Ah sekiranya kami dulu di Mesir, kami tidak akan mati seperti ini. Di Mesir kami bisa makan semuanya, tetapi sekarang kami tidak mempunyai makanan." Di dalam keadaan hidup yang mendesak, manusia bisa tidak rasional lagi. Bukankah orang Israel yang dulu pernah berdoa, "Tuhan, bebaskan kami dari penjajahan?" Dulu mereka pernah berteriak kepada Tuhan agar Tuhan melepaskan mereka dan membiarkan mereka hidup dengan bebas. Ketika Tuhan sudah membebaskan mereka dan memimpin mereka keluar sekarang mereka berteriak-teriak dan menuduh serta mendakwa Tuhan mau membunuh mereka dengan kelaparan.
Di sini kita bisa berbicara tentang sifat manusia. Jika manusia itu memiliki keperluan yang mendesak dan begitu mencekam, manusia itu bisa kehilangan akal sehatnya. Pada saat seperti itu, manusia bisa mengabaikan semua pertimbangan moral sehingga tidaklah mengherankan jika ada orang yang didesak oleh kebutuhan hidup, ia lalu mencuri, merampok, dan melakukan hal-hal yang jahat. Ternyata manusia jika begitu terdesak oleh pergumulan akan keperluan hidupnya, bisa melakukan hal-hal yang selama ini tidak terbayangkan sebelumnya.
Di sini kita bisa berbicara tentang sifat manusia. Jika manusia itu memiliki keperluan yang mendesak dan begitu mencekam, manusia itu bisa kehilangan akal sehatnya. Pada saat seperti itu, manusia bisa mengabaikan semua pertimbangan moral sehingga tidaklah mengherankan jika ada orang yang didesak oleh kebutuhan hidup, ia lalu mencuri, merampok, dan melakukan hal-hal yang jahat. Ternyata manusia jika begitu terdesak oleh pergumulan akan keperluan hidupnya, bisa melakukan hal-hal yang selama ini tidak terbayangkan sebelumnya.
Inilah dilema kehidupan manusia. Ketika kurang, kita berteriak-teriak kepada Tuhan dan minta Tuhan mencukupi kebutuhan kita. Akan tetapi, ketika semua sudah ada dan tercukupi, akankah kita berhenti dan merasa puas? Tidak! Kita akan meminta lebih banyak lagi, lebih banyak lagi, dan lebih banyak lagi! Pada saat seperti itulah wang bukan menjadi sekadar alat untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi menjadi sarana untuk memuaskan ego yang tentu saja tidak akan mengenal kata cukup. Lalu kita akan memakai apa pun dalam diri kita untuk mendapatkan lebih banyak. Demi kepuasan ego kita, kita akan mengabaikan hal-hal yang kita tahu adalah kehendak Tuhan. Di sini tampaknya Tuhan melihat dan memahami bahwa pergumulan manusia yang utama bisa jadi memang bukan soal wang: soal ada atau tidak adanya wang. Ada atau tidak ada wang tidak akan menjadi masalah besar kalau kita mempunyai pengendalian diri.
Ketika ada penyerahan diri yang jujur dari kita dengan mengatakan bahwa kita memang berada dalam keadaan berkekurangan, biarlah kita terus bekerja, maka dalam situasi seperti inilah kita akan merasakan Tuhan memenuhi keperluan kita. Di luar rencana kita, Ia akan mencurahkan berkatNya di dalam hidup kita sehingga kita tidak berkekurangan, walaupun mungkin kita tidak akan berkelimpahan secara berlebihan. Memang ada misteri di dalam cara Tuhan memenuhi keperluan kita dan cara Tuhan itu tidak sama untuk setiap orang. Ada misteri bagaimana Tuhan bisa bekerja memberikan berkat atau rezeki. Semua orang punya cerita mengenai hal itu, tetapi yang paling utama adalah kesadaran kita untuk mau memeriksa diri dan berkata jujur kepada diri kita sendiri apakah kita menggunakan wang untuk memenuhi kebutuhan hidup kita, ataukah sekadar memuaskan ego kita. Ketika kita dengan jujur mengakui bahwa kita memang memerlukan sesuatu, maka kita layak untuk meminta kepada Tuhan. Jika kita meminta, dengan cara-Nya dan misteriNya sendiri, Tuhan akan memenuhi keperluan umat-Nya. .......... Amin....
No comments:
Post a Comment